Sunday, December 30, 2007

POLEMIK, H.D.P. SATI ALIMIN - EMHA AINUN NAJIB

REVOLUSI ISLAM

Di dalam buku ‘Repoloesi Agama’, Hamka pernah menulis bahwa ‘revolusi agama tidak bisa dipisahkan dari revolusi sosial.’ Tulisan ini ditulis Hamka kira-kira enam-puluh lima tahun yang lalu, dimana ejaan bahasa Indonesia masih ‘oe’ untuk huruf ‘u.’ Tapi kaitannya masih relevan dengan apa yang terjadi sekarang ini.

Revolusi social dan politik sedang berlangsung di Indonesia. Sesuatu yang tidak mungkin terjadi sebelum 1998 yaitu waktu Suharto berkuasa, sekarang terjadi! Mimpipun tidak kalau anak kesayangan Suharto, Tommy bisa masuk Nusakambangan! Baru-baru ini 34 anggota DPRD Sumbar masuk bui dan yang jadi biangnya adalah seorang ULAMA! (sengaja dengan huruf besar!). Kelihatannya revolusi sedang terjadi di dalam agama Islam! Seorang ulama masuk bui karena korupsi rame-rame! Kalau dulu Hamka masuk bui karena mempertahankan prinsip. Sekarang ulama masuk bui karena tidak punya prinsip!

Di Padang ada sebuah mesjid dengan nama ‘Cahaya Rohani’. Sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya dimana nama sebuah mesjid diberi nama seperti nama sebuah gereja! Ini juga sebuah revolusi sedang berkecamuk di dalam ‘pemberian nama sebuah mesjid’ dimana biasanya nama sebuah mesjid diberi nama dalam‘bahasa Arab’ atau bahasa Al-Quran dan pelopornya kali ini adalah organisasi sosial terbesar di Indonesia yaitu Muhammadiyah! Mungkin dengan maksud jangan terlalu Islam di Indonesian ke-arab-araban. Dan memang tidak ada keharusan harus diambil dari perbendaharaan bahasa Arab atau Al-Quran!

Seorang kolega penulis non-Muslim pernah bilang bahawa Islam perlu reformasi terutama dalam hal pembagian warisan. Fikih yang dipakai sekarang ini adalah fikih yang sudah kaduluwarsa dimana pada waktu itu yang cari nafkah hanya laki-laki. Mungkin oleh karena persentase pembagian warisan terbesar untuk laki-laki! Tapi sekarang yang cari nafkah tidak hanya yang laki-laki atau suami di dalam sebuah rumah tangga tapi juga istri dan sering terjadi gajinya lebih besar dari sang si suami. Hal ini yang perlu dipikirkan oleh para ahli fikih Indonesia, apakah masih harus bagian laki-laki harus lebih besar dari si istri?!

Dalam hal jilbabpun ternyata bukan hanya monopoli wanita Muslim tapi juga wanita Yahudi. Kalau Anda pergi ke salah satu suburb di Melbourne yang bernama Caulfield dan Balaclava Anda mungkin berpikir banyak sekali wanita Muslim yang ternyata adalah wanita Yahudi. Tapi ada satu perbedaan mereka tidak sampai menutup seluruh mukanya dan yang kelihatan hanya matanya! Dan kalau dilihat dalam sejarah, ternyata jilbab sudah ada sebelum Islam. Bahkan ada beberapa orang (untung hanya segelintir!) yang punya pendapat bahwa kecantikan seorang wanita hanya seorang yang berhak melihatnya yaitu suaminya! Kelompok kecil ini lupa bahwa pada waktu Rasullullah melihat kecantikan Zainab, istri Bilal, Rasullullah berucap ‘Allah Maha Besar! Nabi tidak langsung menyuruh mengambil sehelai kain dan memberikannya kepada Zainab untuk menutupi mukanya yang cantik! Atau meminta Bilal memberitahu istrinya Zainab untuk menutupi mukanya yang cantik!

Kemudian masalah potong tangan untuk seorang pencuri. Sebenarnya potong tangan buat seorang pencuripun sudah ada sebelum Islam. Kalaupun memang ada di dalam Islam syarat-syaratnyapun ketat sebelum itu dilakukan. Pertama, kebutuhan primer yaitu makan dan minum harus cukup. Orang tidak harus memikirkan bagaimana memenuhi kebutuhan pokok ini lagi, yang dipikirkan adalah kebutuhan sekunder seperti biaya untuk biasa ke bioskop bersama anak dan istri. Sebelum ini bisa dipenuhi jangan harap Islam mengizinkan ini bisa diberlakukakan. Situasi dimana kebutuhan primer sudah terpenuhi banyak terdapat dinegera-negara non-Muslim. Seperti pernah dikatakan oleh seorang ulama Islam Al-Ghazali sewaktu pulang dari Eropa: “Saya melihat semangat Islam justru di negara-negara non-Muslim!’ Ini perlu kita pikirkan bersama kenapa dan koq bisa?

Mungkin dari sekian banyak sebab seperti apa yang dikatakan oleh presiden pertama Indonesia yang bernama Sukarno bahwa Islam di Indonesia ‘sudah melupakan api Islam dan sibuk dengan abunya!’ Oleh karena itu Sukarno menyebut umat Islam pada waktu itu ‘Islam sontoloyo.’ Sekarangpun, kalau seandainya Sukarno masih hidup, ia akan senang melihat sedemikian banyaknya pengajian-pengajian tasawuf dan yang ngomong banyak yang bukan orang sembarangan dengan gelar-gelar akademis yang tidak tanggung-tanggung seperti Master dan Doktor bahkan Profesor! Seolah-olah ada kesan bahwa masyarakat Indonesia pada umumnya dan Jakarta khususnya sudah emakin rasional. Pada hari Jumat pada waktu ada beberapa tempat di Jakarta yang tidak macet dan sepi karena banyak umat Islam yang pergi ke mesjid untuk salah Jumat!

Tapi pada saat yang sama ada fenomena yang menyedihkan sekaligus menakutkan! Ada beberapa (sebenarnya lebih dari beberapa!) saluran televisi yang menayangkan cerita hantu. Salah satunya yang terkenal adalah ‘Pemburu Hantu.’ Di dalam acara ini, ada jin yang bisa dimasukkan ke dalam botol! (Persis seperti filem ‘The Dream of Jennie’ di mana kalau di negara Barat, filem ini digemari sekali oleh anak-anak dan memang untuk anak-anak!)
Dan yang paling meyedihkan adalah ikutnya beberapa orang yang berpakain seperti haji yang kalau sedang mencari hantu seperti ‘mau ke belakang’ untung buang air besar! Dan katanya banyak orang dari ‘luar negeri’ yang datang ke Indonesia untuk melihat hantu! Sudah sedemikian irrasionalkah bangsa Indonesia ini? Hubungan antara manusia saja tidak bisa harmonis apalagi mau berhubungan dengan jin!? Atau ini suatu pelarian dimana karena gagal berhubungan dengan sesama manusia lantas mau berhubungan dengan jin? Suatu kompensasi? Jangan-jangan seperti beberapa tahun yang lalu pada waktu ada kebakaran hutan di Kalimantan dan Sumatera ada ejekan dari negara tetangga yaitu Singapura dan Malaysia bahwa Indonesia bisanya hanya ‘export asap!’ Mungkin kali ini Indonesia mau export jin!!!!

Kemudian penulis ingat beberapa kira-kira 25 tahun yang lalu terjadi polemik antara budayawan Emha Ainun Najib dengan salah seorang ulama terkenal H.D.P.Sati Alimin yang dimuat di majalah Suara Muhamadiyah tentang jin yang ada bercokol di pohon di halaman Pak Karto sehingga ia sebagai pemilik pohon tidak berani menebangnya! Menurut Ulama kondang Sumbar tersebut hal-hal seperti bisa merusak akidah!

Dua fenomena yang saling bertentangan! Tidak pernah ada di dalam Al-Quran dan Hadith untuk menganjurkan berhubungan dengan jin. Yang ada adalah: “Perhatikanlah alam disekelilingmu untuk mengerti dan memahami kebesaran Alllah swt!

Apakah banyaknya cerita jin di beberapa saluran media televisi akibat semakin banyak pengajian tasawuf?

PENGALAMAN KEAGAMAAN

PENGALAMAN SUFI DI MELBOURNE

Pengalaman ‘keagamaan atau spritualitas’ hanya bisa dinikmati oleh yang menjalaninya atau mengalaminya. Atau mungkin bisa dirasakan oleh orang yang hampir atau sudah pernah mengalami pengalaman yang sejenis atau hampir sama. Kalaupun diceritakan kepada orang lain yang belum pernah mengalaminya, mungkin orang tersebut tidak percaya atau mengira bahwa yang bercerita sedikit aneh atau mengalami pengalaman yang sifatnya tidak nyata atau mungkin yang mengalami pengalaman spritualitas tadi mengalami ‘halunisasi’ atau ‘pengalaman itu hanya ‘ilusi’saja.

Pengalaman Israk Mikrat Rasulullah ke Siratulmuntahapun pengalaman yang hanya bisa dirasakan dan dinikmati oleh Nabi Muhammad saw. Laut Merah di belah menjadi duapun hanya bisa dirasakan oleh Nabi Musa as. Tapi bisa dilihat oleh umat pada waktu untuk menunjukkan kekuasaan Ilahi. Penyembuhan yang dilakukan oleh Nabi Isa as juga hanya bisa diceritakan langsung oleh Nabi Isa as. Jadi pengalaman keagamaan atau spritualitas yang dialami oleh umatNya dizaman modern ini hanya bisa dirasakan oleh manusianya sendiri dan yang mendengar hanya bisa mendengar, boleh percaya dan boleh tidak percaya karena pengalam seperti ini sifatnya ‘pribadi sekali’.

Pengalaman pertama sewaktu penulis ‘sakit keras’ tidak ada siapa-siapa kecuali teman serumah yang semuanya mahasiswa dan sibuk sendiri-sendiri. Di kamar yang kecil kemudian penulis mengambil piringan hitam double album Mozart Amedeus. Belum habis piringan pertama, ‘rasanya penulis seperti berbaring di suatu taman di nirwana dan turun salju.’ Perasaan atau ‘mimpi(?) yang tidak pernah datang lagi hampir 13 tahun lamanya. Kalau ditelaah secara ilmu pengetahuan alam atau sains, ini bisa dilihat sebagai pengalaman ‘kegamaan atau spritualitas’ atau juga bisa dilihat sebagai ‘halunisasi’ karena penulis sedang ‘sakit keras.’

Pengalaman kedua setelah 13 tahun kemudian yaitu tahun ini 2004. Penulis sedang baca surat kabar harian Melbourne The Age ketika ada iklan kecil yang berbunyi ‘Are you interested in Sufism? Please ring (nomor tertentu). Kemudian penulis menelpon nomor diatas dan yang menjawab adalah seorang laki-laki yang berbahasa Inggris dengan logat Skotlandia dan memperkenalkan dirinya dengan nama Islam. Setelah ngobrol sebentar kemudian dia mempersilahkan kalau mau datang silahkan dan katanya kebetulan minggu ini ada guru dari India yang datang. Kemudian setelah kerja penulis naik kereta api seperti biasa dan naik tram (kendaraan yang terkenal di Melbourne). Setelah sampai di daerah di mana mereka tinggal, karena sudah agak gelap, setelah tanya kepada beberapa orang setempat akhirnya sampai di alamat yang dituju, ternyata apartmentnya di tingkat dua. Setelah mengetuk, ada yang membukakan pintu, yaitu seorang laki-laki yang ternyata yang berbicara di tilpon tadi. Setelah masuk kedalam rumah, ada perasaan yang sejuk yang menyusupi perasaan, suatu perasaan damai yang lain dari yang lain yang belum pernah penulis merasakannya! Kemudian setelah buka sepatu dan memang belum wudu, penulis bertanya dimana kamar mandi dan kemudian penulis menuju kamar mandi yang ditunjukkan oleh yang orang Skotlandia tadi untuk wudu. Setelah wudu, ternyata penulis tidak bisa bergabung untuk salat sama-sama karena imamnya persis di pintu jadi penulis tidak ikut salat jemaah. Kemudian penulis diminta untuk salat di kamar yang berada di sebelah kamar di mana para jemaah salat berjemaah. Waktu penulis melangkahkan kaki di kamar inilah penulis ‘mengalami dan seperti melihat bahwa penulis ada di pintu surga.’ Tiga kata terakhir ‘di pintu surga’ sebenarnya bukan kata yang tepat karena tidak ada kata-kata atau bahasa atau ungkapan yang bisa menerangkan, menjelaskan ‘perasaan penulis pada waktu itu yang hanya mungkin beberapa menit.’ Yang jelas setelah selesai salat semua yang ada di dunia ini rasanya tidak ada artinya dibandingkan dengan ‘beberapa menit tadi’dan perasaan penulis damai dan bahagia sekali.

Kemudian penulis diperkenalkan dengan guru yang dari India yang sedang berkunjung ke Australia dan kepada para jemaah lainnya. Ada yang insinyur, dosen di salah satu universitas terkenal di Melbourne dan profesi lainnya. Anggapan yang mungkin agak keliru dari penulis sendiri yang punya anggapan bahwa orang sufi itu hanya mementingkan akhirat dan menomorduakan dunia.

Guru yang dari India tadi menjelaskan banyak kelompok sufi di dunia, ada yang namanya ‘Eastern Sufi’ dan ada yang namaya ‘Western Sufi’. Sufi yang sebenarnya adalah sufi yang mengikuti shariah. Katanya, sufi yang mereka anut adalah sufi yang berasal dari Rasulullah. Salat penting sekali! Pada waktu berdoa kepadaNya: Manusia berkata dalam hati atau mengucap ‘aku mendengarkan hatiku’ dan ‘hatiku mendengarkan ‘Ilahi, Rabbi atau Allah swt, ataupun apapun namanya yang penting adalah ‘Yang Maha Kuasa’ yang dalam bahasa Inggrisnya ‘The Higher Being’. Penulis mendapat kesan yang jelas bahwa ‘melalui hatilah pengalaman mistis mengenal Tuhan’ akan terjadi! Kalau hati bersih, Tuhan akan dekat dengan mahluknya, kalau hati ‘tidak bersih’ Tuhan akan menjauh! Penyucian hati bisa terjadi kalau sudah tidak ada lagi iri hati, dengki, cemburu dan banyak lagi penyakit hati. Apakah mungkin kita yang namanya manusia bersih dari semuanya ini?

Setelah minta diri dan keluar dari rumah itu dan berjalan pulang, perasaan jadi enteng sekali. Kata bahagiapun bukan kata yang tepat karena bahagia yang penulis rasakan bukan ‘bahagia’ yang ‘bahagia’ yang selama ini penulis rasakan! Tapi karena kata bahagia adalah kosa kata puncak yang mewakili perasaan senang yang dialami oleh umat manusia lahir batin, oleh karena itu penulis juga memilih kosa kata ‘bahagia’ sebagai penjelasan perasaan yang dialami penulis waktu bertemu dengan kelompok Sufi di kota Melbourne.
Guru yang dari India itu bernama Shaykhaal Tariqat Hazrat Azad Rasool yang menulis buku berjudul ‘Turning Toward the Heart.’