Friday, January 11, 2008

Gie di Burwood

KETEMU SOE HOK GIE DI MELBOURNE (AIA Newsletter, June 2006)

‘Akhir-akhir ini saya selalu berpikir, apa gunanya semua yang saya lakukan ini. Saya menulis, melakukan kritik kepada banyak orang yang saya anggap tidak benar dan yang sejenisnya lagi. Makin lama, makin banyak musuh saya dan makin sedikit orang yang mengerti saya. Dan kritik-kritik saya tidak mengubah keadaan. Jadi apa sebenarnya yang saya lakukan? Saya ingin menolong rakyat kecil yang tertindas, tapi kalau keadaan tidak berubah, apa gunanya kritik-kritik saya? Apa ini bukan semacam onani yang konyol? Kadang-kadang saya merasa sungguh-sungguh kesepian”.

Itulah kata-kata Soe Hok Gie yang ada di buku ‘Catatan Seorang Demonstran’ tulisan yang ditulis seorang anak manusia Indonesia.

Hari itu ada undangan untuk pergi ketemu Soe Hok Gie di Gereja di Burwood.

Hari itu Gie mengeritik Sukarno dengan demokrasi terpimpinnya, inflasi yang mencapai 600%, harga beras yang melangit, geo-politik waktu itu yaitu perang Vietnam. Mengeritik teman-temannya yang hanyut terbawa arus dan mulai lupa dengan perjuangan. Memang dari kenyataan yang ada dari 10 aktivis ‘kiri’ atau ‘kanan’ setelah mereka tamat studi mereka hanya ‘satu’ atau ‘dua’ yang tetap ‘teriak-teriak’ tentang ‘perjuangan’. Seperti Gie ngomong hari itu ‘ Betapa banyaknya masalah yang ada di dunia. Saya tidak mau jadi pohon bamboo, saya mau jadi pohon oak yang berani menentang angin’.

Gie bicara pelan dan selalu kelihatan berpikir tentang apa makna dari kehidupan ini. Sosok tubuh yang boleh dikatakan kecil tapi punya otak yang besar dan hati yang jujur dan bersih.

Suatu figur yang sulit ditemukan kalau tidak bisa dikatakan ‘tidak mungkin’ ada di zaman seperti sekarang ini di Indonesia.

Menurut kakak Gie, Arif Budiman hari itu, ‘’kami hanya jarak dua tahun dalam hal umur, dia lebih muda dua tahun. Orangnya keras dan menentang siapa saja yang menurutnya tidak benar. Sepanjang hidupnya atau lebih cocok ‘sependek’ umurnya, kalaupun dia hidup, mungkin dia akan meninggal di penjara. Sebenarnya dia tidak harus meninggal di Semeru karena dia sudah turun dan selamat ‘tapi dia ingat janji dengan teman-temannya di kampus akan membawa daun cemara dari puncak Semeru dan dia kembali ke puncak. Pada waktu itulah ternyata ada gas beracun yang dibawa angin yang akhirnya membawa Gie dan seorang teman lain ke Penciptanya. Sepertinya dia sudah merasa bahwa dia akan meninggal muda’.

Sembilan hari sebelum Gie meninggal di Semeru dia menulis di buku hariannya, ‘Saya tak tahu apa yang terjadi dengan diri saya, setelah saya mendengar kematian Kian Fong dari Arif Budiman hari Minggu yang lalu. Saya juga punya perasaan untuk selalu ingat pada kematian’.

Dari salah seorang yang kenal Gie, waktu Gie di Melbourne dan kebetulan waktu itu musim panas. Dan sudah tentu pada musim panas banyak gadis yang hanya pakai bikini bergelimpangan di pantai dan sudah menjadi suatu yang lumrah kalau datang di musin panas pasti diajak ke tempat-tempat turis, ya salah satunya pantai. Tapi Gie menolak ajakan tsb. Bisa dilihat betapa tinggi moral Gie kalau sudah sampai ke hal-hal yang menyangkut seperti ini.

Menurut Arif, ‘Catatan Seorang Demonstran’ tidak utuh lagi karena kritik-kritik Gie terhadap rezim Suharto sudah tidak ada lagi karena sudah disunting karena berbahaya. Kalau diingat-ingat, hanya dalam waktu empat tahun rezim yang katanya rezim ‘ORDE BARU’ ternyata sudah termakan apa yang namanya ‘POWER CORRUPT.’ TRAGIS!!!

Film yang digarap oleh Mira Lesmana ini berhasil menggugah hati dan pasti beberapa dari penonton kalau tidak bisa dikatakan seluruh ruangan gereja menangis. Hanya ada dua buku seperti ini di Indonesia, Catatan Seorang Demonstran dan satu lagi adalah ‘Pemikiran Islam’ oleh Ahmad Wahab’ yang juga meninggal pada usia muda. Yang menjadi pertanyaan adalah, ‘kapan buku catatan harian almarhum Ahmad Wahab bisa dilayarputihkan?

A Alimin

No comments: